kesehatan

Monday, November 21, 2005

Penyakit Kanker Sudah Tidak Berbahaya Lagi

Penyakit Kanker Sudah Tidak Berbahaya Lagi
Kanker tidak lagi mematikan. Para penderita kanker di Indonesia
dapat memiliki harapan hidup yang lebih lama dengan ditemukannya
tanaman "KELADI TIKUS" (Typhonium Flagelliforme/Rodent Tuber)
sebagai tanaman obat yang dapat menghentikan dan mengobati
berbagai penyakit kanker dan berbagai penyakit berat lain.

Tanaman sejenis talas dengan tinggi maksimal 25 sampai 30 cm ini
hanya tumbuh di semak yang tidak terkena sinar matahari langsung.
"Tanaman ini sangat banyak ditemukan di Pulau Jawa," kata Drs.Patoppoi
Pasau, orang pertama yang menemukan tanaman itu di Indonesia.

Tanaman obat ini telah diteliti sejak tahun 1995 oleh Prof Dr Chris
K.H.Teo,Dip Agric (M), BSc Agric (Hons)(M), MS, PhD dari Universiti
Sains Malaysia dan juga pendiri Cancer Care Penang, Malaysia.
Lembaga perawatan kanker yang didirikan tahun 1995 itu telah membantu
ribuan pasien dari Malaysia, Amerika, Inggris, Australia, Selandia Baru,
Singapura, dan berbagai negara di dunia.

Di Indonesia, tanaman ini pertama ditemukan oleh Patoppoi di
Pekalongan,Jawa Tengah.
Ketika itu, istri Patoppoi mengidap kanker payudara stadium III
dan harus dioperasi 14 Januari 1998. Setelah kanker ganas tersebut
diangkat melalui operasi, istri Patoppoi harus menjalani kemoterapi
(suntikan kimia untuk membunuh sel, Red) untuk menghentikan
penyebaran sel-sel kanker tersebut.
"Sebelum menjalani kemoterapi,dokter mengatakan agar kami
menyiapkan wig (rambut palsu) karena kemoterapi akan mengakibatkan
kerontokan rambut, selain kerusakan kulit dan hilangnya nafsu makan,"
jelas Patoppoi.

Selama mendampingi istrinya menjalani kemoterapi, Patoppoi terus
berusaha mencari pengobatan alternatif sampai akhirnya dia mendapatkan
informasi mengenai penggunaan teh Lin Qi di Malaysia untuk mengobati
kanker.
"Saat itu juga saya langsung terbang ke Malaysia untuk membeli teh
tersebut,"
ujar Patoppoi yang juga ahli biologi. Ketika sedang berada di sebuah toko
obat di Malaysia, secara tidak sengaja dia melihat dan membaca buku
mengenai pengobatan kanker yang berjudul Cancer, Yet They Live karangan
Dr Chris K.H. Teo terbitan 1996.
"Setelah saya baca sekilas, langsung saja saya beli buku tersebut.
Begitu menemukan buku itu, saya malah tidak jadi membeli teh Lin Qi,
tapi langsung pulang ke Indonesia," kenang Patoppoi sambil tersenyum.
Di buku itulah Patoppoi membaca khasiat typhonium flagelliforme itu.

Berdasarkan pengetahuannya di bidang biologi, pensiunan pejabat Departemen
Pertanian ini langsung menyelidiki dan mencari tanaman tersebut.
Setelah menghubungi beberapa koleganya di berbagai tempat, familinya di
Pekalongan Jawa Tengah, balas menghubunginya. Ternyata, mereka menemukan
tanaman itu di sana. Setelah mendapatkan tanaman tersebut dan
mempelajarinya
lagi, Patoppoi menghubungi Dr. Teo di Malaysia untuk menanyakan kebenaran
tanaman yang ditemukannya itu.

Selang beberapa hari, Dr Teo menghubungi Patoppoi dan menjelaskan bahwa
tanaman tersebut memang benar Rodent Tuber.
"Dr Teo mengatakan agar tidak ragu lagi untuk menggunakannya sebagai
obat,"
lanjut Patoppoi.
Akhirnya, dengan tekad bulat dan do'a untuk kesembuhan, Patoppoi mulai
memproses tanaman tersebut sesuai dengan langkah-langkah pada buku
tersebut
untuk diminum sebagai obat. Kemudian Patoppoi menghubungi putranya, Boni
Patoppoi di Buduran, Sidoarjo untuk ikut mencarikan tanaman tersebut.
"Setelah melihat ciri-ciri tanaman tersebut, saya mulai mencari di pinggir
sungai depan
rumah dan langsung saya dapatkan tanaman tersebut tumbuh liar di pinggir
sungai,"
kata Boni yang mendampingi ayahnya saat itu.

Selama mengkonsumsi sari tanaman tersebut, isteri Patoppoi mengalami
penurunan efek samping kemoterapi yang dijalaninya. Rambutnya berhenti
rontok, kulitnya tidak rusak dan mual-mual hilang. "Bahkan nafsu makan
ibu saya pun kembali normal," lanjut Boni.

Setelah tiga bulan meminum obat tersebut, isteri Patoppoi menjalani
pemeriksaan kankernya. "Hasil pemeriksaan negatif, dan itu sungguh
mengejutkan kami dan dokter-dokter di Jakarta," kata Patoppoi.
Para dokter itu kemudian menanyakan kepada Patoppoi, apa yang diberikan
pada isterinya.
"Malah mereka ragu, apakah mereka telah salah memberikan dosis kemoterapi
kepada kami," lanjut Patoppoi.

Setelah diterangkan mengenai kisah tanaman Rodent Tuber, para dokter pun
mendukung Pengobatan tersebut dan menyarankan agar mengembangkannya.
Apalagi melihat keadaan isterinya yang tidak mengalami efek samping
kemoterapi
yang sangat keras tersebut. Dan pemeriksaan yang seharusnya tiga bulan
sekali
diundur menjadi enam bulan sekali."Tetapi karena sesuatu hal, para dokter
tersebut
tidak mau mendukung secara terang-terangan penggunaan tanaman sebagai
pengobatan alternatif," sambung Boni sambil tertawa.

Setelah beberapa lama tidak berhubungan, berdasarkan peningkatan keadaan
isterinya,
pada bulan April 1998, Patoppoi kemudian menghubungi Dr.Teo melalui fax
untuk
menginformasikan bahwa tanaman tersebut banyak terdapat di Jawa dan
mengajak
Dr. Teo untuk menyebarkan penggunaan tanaman ini di Indonesia.
Kemudian Dr. Teo langsung membalas fax kami, tetapi mereka tidak tahu apa
yang harus
mereka perbuat, karena jarak yang jauh," sambung Patoppoi.

Meskipun Patoppoi mengusulkan agar buku mereka diterjemahkan dalam bahasa
Indonesia dan disebar-luaskan di Indonesia, Dr. Teo menganjurkan agar
kedua
belah pihak bekerja sama dan berkonsentrasi dalam usaha nyata membantu
penderita kanker di Indonesia.

Kemudian, pada akhir Januari 2000 saat Jawa Pos mengulas habis mengenai
meninggalnya Wing Wiryanto, salah satu wartawan handal Jawa Pos,Patoppoi
sempat tercengang. Data-data rinci mengenai gejala, penderitaan,
pengobatan
yang diulas di Jawa Pos, ternyata sama dengan salah satu pengalaman
pengobatan
penderita kanker usus yang dijelaskan di buku tersebut. Dan eksperimen
pengobatan
tersebut berhasil menyembuhkan pasien tersebut.
"Lalu saya langsung menulis di kolom Pembaca Menulis di Jawa Pos," ujar
Boni.
Dan tanggapan yang diterimanya benar-benar diluar dugaan. Dalam sehari,
bisa
sekitar 30 telepon yang masuk. "Sampai saat ini, sudah ada sekitar 300
orang
yang datang ke sini," lanjut Boni yang beralamat di Jl. KH. Khamdani,
Buduran Sidoarjo.

Pasien pertama yang berhasil adalah penderita Kanker Mulut Rahim stadium
dini.
Setelah diperiksa, dokter mengatakan harus dioperasi.
Tetapi karena belum memiliki biaya dan sambil menunggu rumahnya laku
dijual
untuk biaya operasi, mereka datang setelah membaca Jawa Pos.
Setelah diberi tanaman dan cara meminumnya, tidak lama kemudian pasien
tersebut datang lag dan melaporkan bahwa dia tidak perlu dioperasi, karena
hasil
pemeriksaan mengatakan negatif.

Berdasarkan animo masyarakat sekitar yang sangat tinggi, Patoppoi berusaha
untuk menemui Dr. Teo secara langsung.
Atas bantuan Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan Departemen
Kesehatan, Sampurno, Patoppoi dapat menemui Dr. Teo di Penang, Malaysia.
Di kantor Pusat Cancer Care Penang, Malaysia, Patoppoi mendapat penerangan
lebih lanjut mengenai riset tanaman yang saat ditemukan memiliki nama
Indonesia.
Ternyata saat Patoppoi mendapat buku "Cancer, Yet They Live" edisi revisi
tahun 1999,
fax yang dikirimnya di masukkan dalam buku tersebut, serta pengalaman
isterinya dalam
usahanya berperang melawan kanker.

Dari pembicaraan mereka, Dr. Teo merekomendasi agar Patoppoi mendirikan
perwakilan Cancer Care di Jakarta dan Surabaya. Maka secara resmi,
Patoppoi
dan putranya diangkat sebagai perwakilan lembaga sosial Cancer Care
Indonesia,
yang juga disebutkan dalam buletin bulanan Cancer Care, yaitu di
Jl. Kayu Putih 4 No. 5, Jakarta, telp. 021-4894745,
dan di Buduran, Sidoarjo.

Cancer Care Malaysia telah mengembangkan bentuk pengobatan tersebut secara
lebih canggih. Mereka telah memproduksi ekstrak Keladi Tikus dalam bentuk
pil dan
teh bubuk yang dikombinasikan dengan berbagai tananaman lainnya dengan
dosis tertentu.
"Dosis yang diperlukan tergantung penyakit yang diderita," kata Boni.

Untuk mendapatkan obat tersebut, penderita harus mengisi formulir yang
menanyakan
keadaan dan gejala penderita dan akan dikirimkan melalui fax ke Dr. Teo.
"Formulir tersebut dapat diisi disini, dan akan kami fax-kan.
Kemudian Dr. Teo sendiri yang akan mengirimkan resep sekaligus obatnya,
dengan harga langsung dari Malaysia, sekitar 40-60 Ringgit Malaysia,"
lanjut Boni.
"Jadi pasien hanya membayar biaya fax dan obat, kami tidak menarik
keuntungan,
malahan untuk yang kurang mampu, Dr.Teo bisa memberikan perpanjangan waktu
pembayaran." tambahnya.

Sebenarnya pengobatan ini juga didukung dan sedang dicoba oleh salah satu
dokter
senior di Surabaya, pada pasiennya yang mengidap kanker ginjal.
Ada dua pasien yang sedang dirawat dokter yang pernah menjabat sebagai
direktur
salah satu rumah sakit terbesar di Surabaya ini. Pasien pertama yang
mengidap kanker
rahim tidak sempat diberi pengobatan dengan keladi tikus, karena telah
ditangani oleh
rekan-rekan dokter yang telah memiliki reputasi.
Setelah menjalani kemoterapi dan radiologi, pasien tersebut mengalami
kerontokan rambut,
kulit rusak dan gatal, dan selalu muntah.
Tetapi pada pasien kedua yang mengidap kanker ginjal, dokter ini
menanganinya sendiri
dan juga memberikan pil keladi tikus untuk membantu proses penyembuhan
kemoterapi.

Pada pasien kedua ini, tidak ditemui berbagai efek yang dialami penderita
pertama,
bahkan pasien tersebut kelihatan normal. Tetapi dokter ini menolak untuk
diekspos karena
menurutnya, pengobatan ini belum resmi diteliti di Indonesia.
Menurutnya, jika rekan-rekannya mengetahui bahwa dia memakai pengobatan
alternatif,
mereka akan memberikan predikat sebagai "ter-kun" atau dokter-dukun.
"Disinilah gap yang terbuka antara pengobatan konvensional dan modern,"
kata dokter tersebut.

Banyak hal menarik yang dialami Boni selama menerima dan memberikan
bantuan
kepada berbagai pasien. Bahkan ada pecandu berat putaw dan sabu-sabu di
Surabaya,
yang pada akhirnya pecandu tersebut mendapat kanker paru-paru.
Setelah mendapat vonis kanker paru-paru stadium III, pasien tersebut
mengkonsumsi pil
dan teh dari Cancer Care. Hasilnya cukup mengejutkan, karena ternyata obat
tersebut
dapat mengeluarkan racun narkoba dari peredaran darah penderita dan
mengatasi
ketergantungan pada narkoba tersebut.
"Tapi, jika pecandu sudah bisa menetralisir racun dengan keladi tikus, dia
tidak boleh
memakai narkoba lagi, karena pasti akan timbul resistensi. Jadi jangan
seperti kebo,
habis mandi berkubang lagi," sambung Boni sambil tertawa.

Juga ada pengalaman pasien yang meraung-raung kesakitan akibat serangan
kanker yang
menggerogotinya, karena obat penawar rasa sakit sudah tidak mempan lagi.
Setelah diberi minum sari keladi tikus, beberapa saat kemudian pasien
tersebut tenang dan
tidak lagi merasa kesakitan.

Menurut data Cancer Care Malaysia, berbagai penyakit yang telah
disembuhkan
adalah
berbagai kanker dan penyakit berat seperti kanker payudara, paru-paru,
usus
besar-rectum,
liver, prostat, ginjal, leher rahim, tenggorokan, tulang, otak, limpa,
leukemia, empedu, pankreas,
dan hepatitis.
Jadi diharapkan agar hasil penelitian yang menghabiskan milyaran Ringgit
Malaysia selama 5 tahun
dapat benar-benar berguna bagi dunia kesehatan.

Bagi teman-teman yang memerlukan informasi lebih lanjut sehubungan
dengan artikel "Obat Kanker" bisa menghubungi perwakilan lembaga sosial
"Cancer Care Indonesia" beralamat di Jl. Kayu Putih 4 no.5 Jakarta, telp :
021-4894745